Kamis, 27 Juni 2013

D-2 Sandiwara

ia merapikan kartu tarotnya, menyusunnya dalam setumpuk kebohongan berkaret bualan.
dihapusnya kutek dan maskara tebal yang menguatkan dustanya; untuk berbicara apapun seingin mulutnya memuntahkan ke-sok-tahuan, di bawah kebenaran supranatural.
ia masukkan bola kristalnya ke dalam kardus di sudut ruang,
pasar malam sudah dikadaluarsai pagi, dan segala ketidak sungguhan sudah penuh diucapkannya semalaman pada beratus tangan tangan menengadah pasrah, meminta dibaca akar urat nasibnya.
ia melepas gulungan rambutnya, membersihkan gincu merah dan segala atributnya.
katak katak di dalam gelas kaca ia lepaskan lagi ke danau di belakang tenda bermukimnya.
kucing hitamnya ia mandikan hingga luntur kelamnya.
ia berbaring tenang, dan berusaha tertidur dari dentang ke dentang jam gantung.
punggungnya bolak balik gelisah.
insomnia di siang bolong.
perutnya keram menahan gelak yang tak berani diumbarnya dalam tawa terbahak.
menertawai mata mata lusuh lapar pengharapan, haus kotoran kotoran terbungkus bijak, dan melolong berkeliling kota dengan dada robek dan mengais segala harapan yang dilemparkan padanya.
berpuluh puluh manusia putus asa yang tersesat ke tenda ramalnya,
membayarnya penuh untuk melempar daging daging bualan busuk ke mulut mereka, dan mereka santap dengan kepala terangkat sekeluar dari itu.
perutnya keram, tapi akting harus terus berjalan,
karena bualan harus ia siapkan dengan semangkuk penawar tawa  untuk setiap pelanggan yang berhasil diperdayanya.

---

ia berjalan sendirian diantara kerumunan orang orang yang sibuk merapikan dagangan sisa semalam.
beberapa orang melempar pandangan padanya, yang tak dia balas barang sebuah toleh sekejap.
beberapa lagi berbisik ingin tau dengan lirikan penuh tanda tanya menggantung.
ia mempercepat jalannya, hingga tiba di sebuah gang sempit di ujung kota.
ditukarnya baju lusuh dan segala coreng hitam di bawah mata sayunya.
sambil meneguk minumannya ia bersandar dan merenungi semalam.
sebuah tenda ramal yang menarik perhatiannya berbulan bulan di pasar malam.
dan sebuah malam yang ia sempatkan untuk menjual kepercayaannya pada bola kristal dan tunjukan jari seorang peramal tua pada garis tangannya.
perutnya menahan tawa getir.
peramal tua dengan mata berkerut yang membaca gurat gurat masalahnya, masalah yang ia kumpulkan dalam bual mata layunya.
ditahannya tawanya agar tidak meledak di akhir ia keluar dari tenda tersebut, untuk satu orang yang terperdaya dan susah payah mengurai benang masalah yang ia kusutkan pada cerita cerita kebohongan.

---

dan hidup hanya berjalan layaknya panggung megah berisi pemeran pemeran bertopeng yang menjalankan naskah, saling mengisi butuh dan melumuri badannya dengan bualan setiap harinya, berperan semata mengenyangkan senang antar sesama.

bahagia berkabut tragis, yang menyamarkan tulus di atas segala kepentingan semesta.


ditulis:
@tashfai
http://berbagicangkir.blogspot.com/

D-2 Delusi

Jam ke-4, cangkir ke-3.
Aku masih berharap punggungmu berbalik.
Aku terus menunggu, kau tak kunjung datang.
Antitesis sempurna.
Disleksia.
Aku tak pernah bisa mendengar hatimu.
Aku tak bisa membaca gerikmu.
Dan kau bahkan tidak pernah menulis yang kubaca.
Adagio.
Jarum jam seakan tidak pernah berputar. 
Aku tetap di sini, menyeruput cangkir kegelisahan.
Menanti yang bahkan tidak pernah ada.

Kau berdelusi, nona.
Aku bergegas bangkit, kereta sudah tiba. 

ditulis:
@ktagana
http://dioramakata.blogspot.com

D-1 Dari Tumpukan tak Terambil

matahari menggantung malu malu di depan pintu kamarmu.
sinarnya bahkan tak cukup kuat menarikmu dalam keterjagaan.
aku menyeduh teh di sudut ruang kamarmu, menarik selimutmu dan menyibak gorden lusuh di depanku,
duduk menghadap jendela dengan segelas teh melati, menikmati pagi dengan selembar sajak buatanmu semalam, menggoyangkan kaki merabai mekar mekar bunga matahari di bawah jendelamu.
menamatkan tatapku sebelum kamu terbangun.
sama seperti beratus ratus pagi sebelumnya.

bulan duduk duduk di beranda kamarmu.
tangannya sibuk membolak balik koran tadi pagi, bersiap terjaga menemanimu menulis sajak hingga esok pagi.
aku duduk di sudut gelap ranjangmu, mengamatimu berkutat dengan pena dan lembar kosong di hadapanmu, dengan sebatang kretek yang baru kau nyalakan.
gramaphone tua mendendangkan lagu favorit kita, kakimu tak bergerak sama sekali, barang mengikuti irama nada nada yang kita hapal di luar kepala.

tidak ada ucapan selamat malam,
tidak ada percakapan pembuat malam kita kekal tanpa lelap,
tidak ada tatap seperti malam malam sebelumnya.

matahari tetap benderang di matamu, hanya terlalu silau untuk menangkap bayanganku di seberang.
bulan tetap temaram di matamu, hanya terlalu gelap untuk mendekap bayanganku di belakang.
lalu kamu acuh pada setiap jejak kakiku yang membekas di setiap senti lantai kayu kamarmu.
lalu aku menjelma ilalang di berandamu, jam dinding tua di kamarmu,
melakukan semua kebiasaan kita,
dan menolak lupa pada ratusan hari di belakang kita, sendirian.


katamu aku tak seharusnya jatuh pada kenangan,
katamu kita sudah terlalu jauh untuk sebuah peluk selamat malam,
katamu kita sudah terlalu jauh dibatasi dingin tanah merah,
dan aku yang sudah kau selimuti harum kamboja,
dan kau tidurkan dalam tenang, beserta pemakaman peti peti kenangan,
tak seharusnya kita merayakan yang sudah terkubur rapi,
tak seharusnya kita merayakan kebersamaan semu,
katamu,
pada aku yang sudah terbujur mati dalam ingatanmu.

ditulis:
@tashfai
http://berbagicangkir.blogspot.com/

D-1 Nona Balerina; Resah



“Aku rindu. Entah pada apa. Aku merindukan sesuatu”, gadis itu bercengkrama dengan tembok kamarnya. Ditemani kupu-kupu dalam toples kaca. Hujan masih belum lelah turun. Hatinya pun masih sibuk berseteru, membawa hawa muram pada dinding-dinding ruangan.

“Aku lelah”, Ia kembali berbisik. Ia bangkit, menjinjitkan kaki kiri, on pointe.Lalu mengangkat kaki kanan nya dan juga kedua tangannya. The Nutcracker.Berputar. Lalu Ia melompat, the grand jet. Dihempaskannya toples kaca kesayangannya. Perih. Ia kembali berbaring. Matanya berpacu dengan langit menitikkan air. Isak tangis nya berpacu riuh dengan rintikan hujan.
Kawanan Bintang di langit masih belum mampu mengerucuti kesedihannya.

2 bait pengantar sebuah cerita yang tidak selesai.


ditulis:
@ktagana

#HURAHURAFIKSI

Writing project terbaru atas dasar kekosongan jiwa jiwa hampa yang merasa kurang produktif di bidang menulis. Ayo ramaikan #hurahurafiksi, project senang senang menulis fiksi setiap harinya, bertema sesekali di setiap minggunya. Cek hashtag #lembarproject dan #hurahurafiksi untuk dipantau setiap hari! Minat? Mention @tashfai dan/atau @ktagana sebelum harga semakin naik.
Selamat berhura hura, selamat menulis!