Wajahnya begitu bercahaya, itu yang pertama kali terekam otakku.
Kemudian aku dengan mudah menghafal gores gores pada wajahnya, aku
memahami dengan mudah lekukan lekukan tubuhnya. Dengan sedikit harap,
aku bisa menjamah tiap tiap sudut keindahannya.
Aku enggan menggantung tinggi sebuah ekspektasi. Aku tahu Aku hanya
siluet figuran dalam indahnya sebuah potret senja. Toh pada skrip akhir
aku hanya akan menelan pilu, terhempas, tubuh penuh bilur. Skrip aneh.
"Kau terlalu banyak melamun, Tuan. Jangan terlalu sering, bisa saja kau
ber-delusi. Skizofrenia mungkin. Ini dompetmu, Kau tidak sengaja
menjatuhkannya.", suara merdu bak seorang biduan menggema di telingaku,
membuyarkan lamunku. Itu wanita tadi, wanita dengan wajah bercahaya. Ia
duduk di kursi tepat didepanku.
"Tidak, hanya terlalu banyak tanya dalam kepalaku. Apa yang dipikirkan
oleh Tuhan ketika mencipta romansa di bumi ini, mengapa orang orang
begitu mendamba lawan jenisnya, apa yang benar benar diharapkan sepasang
kekasih?." Aku terlalu banyak memuntahkan tanya.
Wanita tadi menampung semua muntahan muntahan kepala ku. Meladeni tiap
nada nada minor yang kusenandungkan. Meluruskan pikiran pikiran liar
yang melayang layang di kepalaku. Tanganku kemudian bergetar, tubuh ini
seakan melayang, tidak berpijak, mukaku memerah. Detak jantungku
mengikuti irama ocehan wanita tadi, semakin mengencang. Sial, Aku
hanyut, begitu saja.
Kita saling menggerutui hidup, mengutuk ngutuk, dan kemudian menertawainya. Pikiran kita tumpah ruah.
"Kau terlalu lama sendiri, Kau butuh teman untuk menampung isi pikiranmu
yang tumpah ruah itu.", wanita tadi memecah lamunku. Entah apa yang
sedang terjadi. Rongga otakku seakan enggan untuk mempercayainya. Ia
menodongkan pisau tepat ke dadaku. Sesak. Keringat mengucur deras dari
tubuhku.
"Kita jatuh pada ketidak percayaan, jatuh pada pikiran liar yang
mengudara, rongga otakmu terlalu renggang, kau tak perlu menjawab, dan
aku tidak menanti jawaban.", nafasku semakin sesak, rongga dadaku terasa
semakin menyempit, begitu sakit, begitu sesak.
"Permisi, 1 Espresso dan Croissant coklat. Selamat menikmati.", seorang
Wanita berambut kuncir meletakkan secangkir kopi dan sepiring roti
dihadapanku.
Sial, delusi lagi. Skizofrenia.
Aku masih hanyut dalam lamunku dengan nafas terengah-engah, kupandangi
langit yang bergemuruh melalui kaca disampingku. Hujan jatuh dengan
terburu-buru. Kulihat sesosok Wanita dengan wajah bercahaya seperti di
ilusiku tadi, membawa tongkat, berjalan diantara reruntuhan langit
dengan terburu-buru. Aku terperangkap lagi, dalam delusi.
by: @ktagana
http://superagazzino.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar