Minggu, 15 Juli 2012

Skizofrenia Semu | @ktagana

Wajahnya begitu bercahaya, itu yang pertama kali terekam otakku. Kemudian aku dengan mudah menghafal gores gores pada wajahnya, aku memahami dengan mudah lekukan lekukan tubuhnya. Dengan sedikit harap, aku bisa menjamah tiap tiap sudut keindahannya.

Aku enggan menggantung tinggi sebuah ekspektasi. Aku tahu Aku hanya siluet figuran dalam indahnya sebuah potret senja. Toh pada skrip akhir aku hanya akan menelan pilu, terhempas, tubuh penuh bilur. Skrip aneh.

"Kau terlalu banyak melamun, Tuan. Jangan terlalu sering, bisa saja kau ber-delusi. Skizofrenia mungkin. Ini dompetmu, Kau tidak sengaja menjatuhkannya.", suara merdu bak seorang biduan menggema di telingaku, membuyarkan lamunku. Itu wanita tadi, wanita dengan wajah bercahaya. Ia duduk di kursi tepat didepanku.
"Tidak, hanya terlalu banyak tanya dalam kepalaku. Apa yang dipikirkan oleh Tuhan ketika mencipta romansa di bumi ini, mengapa orang orang begitu mendamba lawan jenisnya, apa yang benar benar diharapkan sepasang kekasih?." Aku terlalu banyak memuntahkan tanya.

Wanita tadi menampung semua muntahan muntahan kepala ku. Meladeni tiap nada nada minor yang kusenandungkan. Meluruskan pikiran pikiran liar yang melayang layang di kepalaku. Tanganku kemudian bergetar, tubuh ini seakan melayang, tidak berpijak, mukaku memerah. Detak jantungku mengikuti irama ocehan wanita tadi, semakin mengencang. Sial, Aku hanyut, begitu saja.

Kita saling menggerutui hidup, mengutuk ngutuk, dan kemudian menertawainya. Pikiran kita tumpah ruah.
"Kau terlalu lama sendiri, Kau butuh teman untuk menampung isi pikiranmu yang tumpah ruah itu.", wanita tadi memecah lamunku. Entah apa yang sedang terjadi. Rongga otakku seakan enggan untuk mempercayainya. Ia menodongkan pisau tepat ke dadaku. Sesak. Keringat mengucur deras dari tubuhku.
"Kita jatuh pada ketidak percayaan, jatuh pada pikiran liar yang mengudara, rongga otakmu terlalu renggang, kau tak perlu menjawab, dan aku tidak menanti jawaban.", nafasku semakin sesak, rongga dadaku terasa semakin menyempit, begitu sakit, begitu sesak.


"Permisi, 1 Espresso dan Croissant coklat. Selamat menikmati.", seorang Wanita berambut kuncir meletakkan secangkir kopi dan sepiring roti dihadapanku.

Sial, delusi lagi. Skizofrenia.


Aku masih hanyut dalam lamunku dengan nafas terengah-engah, kupandangi langit yang bergemuruh melalui kaca disampingku. Hujan jatuh dengan terburu-buru. Kulihat sesosok Wanita dengan wajah bercahaya seperti di ilusiku tadi, membawa tongkat, berjalan diantara reruntuhan langit dengan terburu-buru. Aku terperangkap lagi, dalam delusi.

by: @ktagana
http://superagazzino.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar