Minggu, 29 Juli 2012

What If | @dindabaki

Pikiranku terjatuh pada galaksi diatas yang hanya berani diam namun tersenyum dengan kedipan sinarnya. Beruntun pertanyaan menabrak satu sisi terlemah dalam otakku yang nyaris saja membeku karena tak menyediakan ruang berfikir terlebih jauh.
aku meringis pahit.
Salahnya pikiranku bertanya pada diri sendiri yang aku tahu aku takkan mendapat jawabannya.
Jika galaksi ini tak tercipta dan bumi tidak berbentuk bundar, akankah aku ada dan tuhan mempertemukan kita? Seperti pertanyaan Chrisye tentang surga dan neraka, kalau tak tercipta dan bla-bla-bla.
Menjauh dari titik normal, entah seberapa jauhnya seperti bima sakti yang tak akan bisa ku ukur dengan alat tak terbilang canggih. Pernyataan yang mereka bilang hanya termasuk rayuan murahan namun sakit rasanya bisa ku jelaskan dengan rinci.
Lebih pahit daripada dua cangkir berisi kunyit lunak, lebih sakit daripada kau gigit satu hal berapi yang membakar seluruh pikiran dan nyawamu. Lebih dari itu.
Karena mereka bilang aku sulit.
Memutarkan sebuah kelereng kecil yang mungkin jika ku kumpul dalam lingkaran bebas akan sama menakjubkannya seperti galaksi bima sakti itu. Lalu aku melihat satu dari mereka dan tersenyum pelan, “Menurutmu, jika dunia ini habis-lenyap, apakah aku masih tetap bisa bertemu dengannya? Apakah surga atau sekalipun tempat yang tak ku inginkan itu mempertemukan aku dan dia, satu-satunya yang ku cinta mati. Melebihi dari apapun di dalam galaksi bima sakti ini.”
Lalu anak kecil tadi menggeleng pelan dan terdiam dalam hitungan 2 jariku yang berbunyi mengisyaratkan 2 detik telah berlalu. Ia berjalan, punggungnya seakan menjawab “enyahlah kau, wanita gila.”


by: @dindabaki
http://dindabaki.tumblr.com/ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar