Minggu, 29 Juli 2012

Tersesat di Bima Sakti | @ktagana

Si Pria berwajah klimis, kumisnya ter-iris manis. Ia tinggal di Mars. Keahliannya adalah sintaksis. Tiap rongga geriknya adalah janggal. Tiap aksara yang digoreskannya hanyalah sintaksis tanpa isi. Nir-komposisi.
Si Wanita bertubuh indah, arsir wajahnya sempurna. Dihidupi di Venus. Ia mengolah nada-nada minor menjadi satu kesatuan indah, bak seorang biduan.
Mereka bertemu pada musim dingin di suatu sudut di Bima Sakti. Saling menghangati tulang-tulang yang dipenuhi gigil. Menebar buih-buih rindu. Tanpa pernah meragu. Mereka candu pada cangkir konversasi ringan, layaknya sepasang yang sudah dicuci isi otak dan hatinya.
"Mari kita teguk bersama cangkir ini, dalam limpah suka."
"Dengan senang hati, tuan."

Mereka hidup bersama. Meninggalkan Mars, dan juga Venus. Mereka memilih meninggali Bumi yang menyedihkan, penuh elegi. Mereka seolah melakukan kesalahan terbesar. Kulit mereka perlahan mengelupas, teriris perihnya musim panas. Jantung mereka memompa darah lebih cepat dari biasanya. Kepala mereka berdua mendidih. Space Dementia. Mereka melayang di permukaan Bumi.

"Tidak seharusnya kita disini."
"Ini semua salahmu, makhluk aneh."

Tingkah laku mereka sudah tidak lagi selayaknya. Disorder. Kisah yang mereka pepatkan memuai sempurna, tak lagi berisi. Debar jantungnya mulai memasuki outro. Si wanita memasuki dua musim; penghujan pada sepasang matanya, kering pada hatinya. Kontradiksi sempurna. Si wanita merekah, lelah. Si pria terkapar, menyerah. 
Bibir mereka kelu, otaknya membeku. Saat itu kupu-kupu tak lagi mengepakkan keindahan. Oksimoron sudah kadaluarsa, semuanya linier. Magenta, darah yang mengucur dari kepala mereka.
Mereka terbang, kembali ke Venus, dan juga Mars. Namun mereka hanya terlalu lelah melayang, jatuh ke dunia entah berantah di luar angkasa sana. Tersesat di sudut lain di Bima Sakti.
 
by: @ktagana
http://superagazzino.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar